Minggu, 13 April 2008

History Of Kotagede

Kotagede terletak disebelah selatan kota Yogyakarta. Tempat ini merupakan bekas kerajaan Mataram Islam yang merupakan embrio kerajaan Ngayogyokarta Hadiningrat. Menurut Babad Tanah Jawi Kotagede merupakan ibukota kerajaan Mataram Islam. Sebelumnya Kotagede merupakan hutan belantara yang belum terjamah penduduk. Tanah ini milik Sultan Hadiwijoyo penguasa kerajaan Pajang. Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa Sultan Hadiwijaya mempunyai musuh yang sangat kuat bernama Arya Penangsang. Dalam menghadapi musuhnya tersebut Sultan Hadiwijaya mengutus patihnya yang bernama Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi. Dua patih beserta pasukan dari Pajang berhasil menumpas Arya Penangsang. Dalam babad tanah Jawi menceritakan bahwa tokoh yang berjasa dalam memerangi Arya Penangsang itu sebenarnya anak dari Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya. Atas keberhasilan mengalahkan Arya Penangsang, Sultan Hadiwijaya memberikan tanah Mataram dan tanah Pati kepada kedua patihnya. Usia Ki Penjawi yang lebih tua dari Ki Pemanahan, maka Ki Penjawi disuruh memilih pertama kali. Ki Penjawi memilih tanah Pati yang sudah berpenduduk dan ramai dengan aktivitas masyarakat. Ki Pemanahan harus berlapang dada menerima tanah Mataram yang masih berupa hutan belantara. Keluarga Ki Pemanahan lalu hijrah ke Mataram. Dalam perjalanannya Ki Ageng Pemanahan bertemu dengan Ki Ageng Karanglo dan tokoh spiritual Sunan Kalijaga. Dua tokoh itu membantu Ki Ageng Pemanahan dalam membangun kota Mataram. Tanah Mataram itu kemudian berubah menjadi kota kecil. Lambat laun kota itu semakin ramai didatangi warga dari berbagai penjuru daerah. Anak Ki Pemanahan yang bernama Sutawijaya menjadikan Mataram menjadi negara yang kuat, bahkan Pajang yang dulu merupakan atasannya bertekuk lutut terhadap Mataram. Iniliah realita politik, yang kadang tidak memandang kawan, saudara maupun keluarga. Dalam politik yang ada hanya kepentingan maka tidak ada kawan sejati tidak ada pula lawan abadi. Sutawijaya lalu bergelar Panembahan Senopati. Daerah kekuasannya sampai ke timur dan Barat Jawa. Pada masa Sultan Agung Mataram mencapai zaman keemasannya. Hampir seluruh kota di Jawa mengakui dan tunduk terhadap Mataram. Teori Ibnu Khaldun tentang tiga masa dalam kerajaan ternyata dialami juga oleh Mataram. Tiga Masa itu adalah Masa Kebangkitan yang diawali dengan perjuangan untuk berdiri, setelah itu masa kejayaan yang merupakan konsekuensi dari perjuangan panjang, terakhir masa keruntuhan. Masa keruntuhan biasanya merupakan ekses dari sikap snobisme dan hedonis para penguasa di masa kejayaan. Pasca Sultan Agung Mataram semakin surut bahkan perpecahan internal sering terjadi. Kekuasan saling diperebutkan antar keluarga, disinilah politik itu. Tepatnya pada tahun 1749 Kerajaan Mataram terpecah menjadi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta. Implikasinya teritorial Kotagedepun pecah menjadi dua bagian. Pada masa orde baru Kotagede menjadi nama kecamatan yang berada di wilayah Kotamadya Yogyakarta. Pembagian wilayah tersebut didasarkan pada tanah milik Kasultanan dan Kasunanan. Tanah milik Kasultanan masuk wilayah kecamatan Kotagede (kotamadya Yogyakarta), sedangkan tanah milik Kasunanan masuk wilayah kecamatan Banguntapan (kabupaten Bantul). Walaupun demikian penduduk pribumi masih meyakini dan menyebutnya dirinya merupakan warga Kotagede, meskipun sebagian realitanya masuk wilayah Banguntapan. Sikap ini merupakan jingoisme terhadap daerahnya. Bagaimanapun nilai budaya itu masih tertanam dalam masyarakat pribumi Kotagede.

Selain Menyimpan banyak kisah sejarah Kotagede juga menjadi tujuan wisata budaya, religi, kerajinan maupun kuliner. Dalam bidang budaya Kotagede memiliki komunitas Barzanji atau kalau orang bilang berjanjen dan macapatan. Dua komunitas ini sering tampil ketika Kotagede mengadakan event seperti peringatan Tujuh Belasan dan lainnya. Barzanji merupakan seni membacakan kisah-kisah Nabi Muhammad yang diiringi dengan musik rebana, sedangkan macapatan adalah seni melantunkan puisi-puisi berbahasa Jawa. AMM di Selokraman merupakan tujuan wisata religi. AMM singkatan dari Angkatan Masjid dan Mushola yang aktivitasnya pada sosial kegamaan. Dengan metode Iqro yang dimiliki oleh AMM ternyata menyedot wisatawan untuk singgah ke tempat ini. Metode Iqro’ merupakan cara belajar membaca Al-Qur’an dengan mudah dan sesuai dengan kaidah tadjwid. Cara belajar dengan metode Iqro’ ternyata lebih efektif bahkan metode ini banyak dipakai di TPA-TPA di Indonesia sampai mancanegara. Kotagede terkenal dengan kerajinan perak. Sepanjang jalan-jalan di Kotagede dihiasi toko-toko perak yang menawarkan berbagai hasil kerajinan perak. Mulai dari aksesoris perhiasan sampai berbagai miniatur alat transportasi. Sebelum terjadinya krisis Moneter tahun 1997, Kotagede tak pernah sepi dengan kunjungan wisatawan mancanegara. Para wisatawan itu memburu koleksi dari kerajinan perak itu. Pada masa sekarang wistawan mancanegara menurun drastis terlebih isu terorisme yang menggelora. Imbasnya toko-toko perak di Kotagede sepi oleh wisman. Toko-toko itu hanya mengandalkan dari wisatawan lokal yang biasa datang setiap masa liburan.

Tidak ada komentar: